SelebrityNews.id | Tasikmalaya, Jawa Barat,- Menyikapi viral nya pemberitaan disejumlah media terkait adanya dugaan pemotongan uang transportasi pelatihan dan uang transportasi bimbingan teknis (BIMTEK) Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang dilakukan oleh oknum PPK se-Kabupaten Tasikmalaya dari masing-masing Kecamatan dengan nominal bervariasi mulai dari Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) hingga Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dari setiap KPPS hingga menuai konflik dan membuat ratusan mahasiswa melakukan aksi demo di depan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tasikmalaya, Dewan Pembina 3 (Tiga) sekaligus Ketua Bidang Investigasi, Advokasi Hukum Dan HAM Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Wartawan Republik Indonesia (DPC PWRI) Kabupaten Tasikmalaya Topan Prabowo, S.H., angkat bicara.
Baca Juga Link Berita Sebelumnya Di Bawah ;
Kepada awak media saat dikonfirmasi diruang kerjanya di Sekretariat DPC PWRI Kabupaten Tasikmalaya, Topan Prabowo, S.H., mengatakan, dirinya sangat menyayangkan atas kejadian adanya pemotongan uang transportasi pelatihan dan transportasi Bimtek KPPS yang dilakukan oleh oknum PPK, Topan pun menilai hal tersebut sangat mencederai moral anggota KPU khususnya dan menodai pesta demokrasi itu sendiri secara umumnya.
“Mencermati adanya peristiwa hukum, yang saat ini sedang ramai dalam berbagai media tentang adanya dugaan pemungutan /pemotongan honor / biaya transport pelatihan dan transport Bimtek anggota KPPS oleh oknum PPK KPUD Kabupaten Tasikmalaya, sangat disayangkan atas kejadian tersebut yang dinilai sangat mencederai moral anggota KPU khususnya dan menodai pesta demokrasi itu sendiri secara umumnya. Mengutip Peraturan KPU No.8 Tahun 2022, disebutkan KPPS berkedudukan di tempat pemungutan suara (TPS) dengan tugas utamanya adalah untuk menyelenggarakan pemungutan suara, adapun besaran gaji KPPS Tahun 2024 mengutip dari laman resmi KPU adalah Rp 1.100.000. Sedangkan untuk Ketua KPPS akan mendapatkan honor sebesar Rp 1.200.000.
Kemudian, menanggapi adanya dugaan pemotongan biaya transfortasi Bimtek oleh oknum PPK KPUD Kabupaten Tasikmalaya, hal tersebut menjadi suatu peristiwa hukum yang harus serius untuk ditemukan fakta hukumnya, antara lain sebagai berikut ;
Disebutkan dalam PKPU No.8 Tahun 2022 Pasal 1 ayat 7 : “Panitia Pemilihan Kecamatan yang selanjutnya disingkat PPK adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten / Kota untuk melaksanakan Pemilu dan pemilihan ditingkat Kecamatan atau disebut dengan nama lain. Adapun tugas dan wewenang dari PPK dalam Pemilu sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2022, meliputi ; Melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat kecamatan yang telah ditetapkan oleh KPU, Menerima dan menyampaikan daftar pemilih kepada KPU kabupaten/kota, Melakukan dan mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu di Kecamatan yang bersangkutan berdasarkan berita acara hasil penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) dan dihadiri oleh saksi peserta Pemilu, Melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya, Melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang PPK kepada masyarakat, Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh KPU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan“, ungkapnya.
Lebih lanjut Topan pun menerangkan, “Adapun tugas-tugas PPK dalam Pemilu tersebut dilaksanakan dengan ; Menerima daftar pemilih tambahan dari panitia pemungutan suara (PPS) dan menyampaikan daftar pemilih tambahan kepada KPU Kabupaten/Kota, Menerima dan menyerahkan laporan daftar nama Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih), Melakukan verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan anggota dewan perwakilan daerah, Menyampaikan rekapitulasi pengembalian surat pemberitahuan pemungutan suara dari PPS kepada KPU kabupaten/kota, Membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara, Menyerahkan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara kepada saksi peserta Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kecamatan, dan KPU kmKabupaten/Kota dan menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran kepada KPU Kabupaten/Kota paling lama dua bulan setelah pemungutan suara. Dalam melaksanakan tugasnya terkait penyelenggaraan Pemilu, PPK mempunyai sejumlah wewenang. Wewenang PPK dalam penyelenggaraan Pemilu, yakni ; Mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya, Melaksanakan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan“, paparnya.
“Maka sebagaimana dicermati dari tugas dan kewenangan PPK diatas, tindakan pemotongan anggaran / pemotongan biaya transportasi pelatihan dan transportasi Bimtek KPPS oleh oknum PPK KPUD Tasikmalaya dapat dikualifikasi sebagai Pungutan Liar (Pungli), Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pungutan liar atau pungli adalah pengenaan biaya yang dikenakan pada tempat yang seharusnya tidak dikenakan biaya. pungli juga bisa disebut sebagai pemerasan. Pungli adalah tindakan yang dilakukan pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya, dengan memaksa pihak lain memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran. Ancaman hukuman bagi pelaku pungli antara lain diatur dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yakni pada pasal berikut ini ;
Pasal 11 ; Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Pasal 12e ; Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)“, tegasnya. (Chandra Foetra S).