Mozza Mahardhika yang akrab disapa Moz merupakan penyanyi sekaligus pencipta lagu asal kota Muara Dua, Sumatra Selatan. Kini nama dan karya lagunya pantas diperhitungkan. Sejak tahun 2019 ia telah merilis 3 single jagoan bertitel: Cerita Sang Malam, Mengejar Kasih Cinta, dan Antara Dua Nona.
Lelaki kelahiran Bandar Lampung 5 Mei 1999 itu sangat oprimis suatu saat karya lagu-lagunya akan digemari publik musik. Hal ini ia sampaikan saat ditemui bersama Bois Famous Maker di Radio Bola Koaidi kawasan Rawamangun Jakarta Timur.
“Aku suka musik dan nyanyi-nyanyi dari TK. Mulai dari SMP sudah ngeband dan ikut lomba. Kedua orang tuaku sering memperdengarkan lagu-lagu ke aku,” papar Sarjana Pendidikan alumni Kampus Universitas Sriwijaya Palembang itu.
Menurut Moz, bapaknya selalu puter musik saat pagi dan sore, lagunya dari Iwan Fals, Phill Collins dan Doel Sumbang. Sedangkan Ibunya juga banyak mempengaruhinya soal musik. Terutama suka kasih suggestion musik favoritnya waktu muda.
“Dari situ aku mulai banyak explore musik apa aja. Ibu suka kasih lagu-lagu Vina Panduwinata, Itang Yunasz dan Dian Piesesha. Untuk proses penciptaan lagu, aku banyak dibantu Bagus M. Abduh sebagai penata musik,” ucap lelaki yang sering juara kelas saat dibangku SMA Negeri 1 Muara Dua, Sumatra Selatan itu.
Mozza Mahardhika sangat menyukai musik-musik 80-an dan City Pop, karena masih relevan dari dekade itu untuk diangkat lagi. Apalagi saat ia menulis lagu saat itu, karena banyak bermunculan penyanyi dengan nuansa Jadul, seperti Ardhito Pramono, Nonaria, The Panturas atau Nadin Amizah. Sehingga ia putuskan untuk berkarya di genre musik City Pop. Ia sangat menjiwainya.
Selain itu ia juga terinspirasi musisi dalam dan luar negeri. Ada musisi Indonesia yang diidolakannya, terutana dalam cara bikin lagu. Seperti Oddie Agam, Jockie Suryoprayogo dan Deddy Dhukun.
“Kalau luar negeri aku suka WHAM!, Lionnel Richie dan Madonna. Tapi kalau ditanya penyanyi yang mempengaruhi aku bernyanyi itu ada Utha Likumahuwa,” lanjutnya.
Mozza juga ingin dunia musik dan profesi kerja kantoran bisa seiring sejalan. Sekarang sudah jalan 4 tahun ia fokus berkarir sebagai social media specialist di creative digital agency yang berlokasi di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
Moz juga berbeda dengan musisi pencipta lagu lainnya. Menurutnya ia sangat bersyukur dianugerahi kelebihan oleh Allah SWT dalam proses berkarya di dunia musik.
“Aku nggak bisa main alat musik, disaat musisi pencipta lagu bisa bermain alat musik, aku justru gak bisa. Menurutku itu kelebihan dari Allah SWT untuk aku. Aku juga nggak hapal not-not balok, aku cuma ngandelin notasi, lirik dan insting aja kalau bikin lagu. Tapi belakangan aku mau belajar banget untuk kenal dan baca partitur,” paparnya.
“Jujur aku pernah belajar biola tapi nggak bisa, belajar gitar tetep nggak bisa juga, tapi waktu SMP dan SMA aku pernah ikut marching band pegangnya perkusi. Kira-kira ini bisa disebut alat musik nggak?. Kalau mau belajar aku pengen belajar perkusi lagi, karena aku suka musik-musik yang pake perkusi kayak jimbe dan conga,” tuturnya.
Ia berharap lagu-lagu ciptaan yang dinyanyikannya menemukan pendengarnya dengan tepat. Bisa tersampaikan pesannya. Dirinya selalu kagum dengan diri sendiri, terutama ketika menemukan notasi yang seru dan bisa ditulisnya. Ibarat menemukan harta karun, karena ada sensasi amazing ke diri sendiri.
Diluar dari musik ia punya pengalaman berkesan untuk dikenang selamanya saat menjalani KKN dimasa kuliah.
“Pas KKN itu masa covid, jadi semua mahasiswa di program studiku disuruh pilih keterampilan yang akan diberikan ke masyarakat. Karena waktu itu ketentuannya setiap mahasiswa nggak boleh sama, akhirnya aku pilih untuk mengajar ngaji ke anak-anak lingkungan rumahku. Semuanya pakai Iqro, pertemuannya seminggu sekali selama 1 bulan. Lumayan berkesan sampai sekarang,” pungkas Mozza Mahardhika.